Jumat, 23 Februari 2018

Sejarah kodifikasi hadist


KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan makalah ini mengenai Sejarah Hadits : Pra Kodifikasi dan Kodifikasi Hadits.
            Makalah ini sudah selesai kami susun dengan bantuan dan pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi didalam pembuatan makalah ini.
            Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
            Akhir kata kami meminta semoga makalah tentang Sejarah Hadits : Pra Kodifikasi dan Kodifikasi Hadits ini bisa memberi manfaat ataupun inspirasi pada pembaca.


Bandung, 2017

Penyusun










DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................................  i
Daftar Isi .........................................................................................................................  ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................  1
A.    Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................................  1
C.     Tujuan ..................................................................................................................  1
BAB II : PEMBAHASAN 2
A.    Pengertian Kodifikasi ........................................................................................... 2
B.     Sejarah Kodifikasi Hadits .................................................................................... 2
1.      Eksistensi Hadits Pada Masa Nabi Muhammad Saw ..................................... 3
2.      Eksistensi Hadits Pada Masa Sahabat dan Tabi’in ......................................... 4
3.      Eksistensi Hadits Pada Abad ke-2 Hijriyyah ................................................. 6
4.      Eksistensi Hadits Pada Abad ke-3 Hijriyyah ................................................. 7
5.      Eksistensi Hadits Pada Abad ke-4 sampai ke-5 Hijriyyah ............................. 8
6.      Eksistensi Hadits Pada Abad ke-6 sampai Sekarang ..................................... 9
BAB II : KESIMPULAN ....................................................................................... .......11
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 12









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sudah menjadi anggapan umum di kalangan masyarakat bahwa ilmu hadits dan seluk – beluknya tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang sangat pelik. Apalagi bagi mereka yang belum memahami dengan baik sejarah penghimpunan hadits Nabi, berbagai istilah, kaidah yang dikenal dalam ilmu hadits dan metode penelitian kualitas hadits.
Kenyataanya, kitab – kitab yang memuat hadits Nabi cukup banyak dan beragam, dilihat dari sisi penghimpunannya, cara dan sistem penghimpunannya ataupun masalah yang dikemukakan dan bobot kualitasnya. Bahkan kitab – kitab tersebut sudah memuat periwayatan hadits secara lengkap, baik matan maupun sanadnya.
Namun, pada kesempatan ini penulis akan memaparkan bagaimana peristiwa sejarah penghimpunan hadits, karena sebelum kita memahami sebuah hadits, alangkah baiknya kita juga memahami peristiwa bagaiamana hadits Nabi terhimpun sedemikian rupa, sehingga pada saat ini umat merasa dimudahkan, dimana hadits – hadits juga banyak tersebar dengan bentuk E-book ataupun kajian kajian berupa artikel di internet.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu kodifikasi hadits?
2.      Bagaimana peristiwa sejarah kodifikasi hadits ?
3.      Bagaimana keadaan kodifikasi hadits pada jaman sekarang ?

C.    Tujuan
Mahasiswa teknik informatika dapat mengetahui apa yang disebut dengan kodifikasi hadits, serta dapat mengenal peristiwa sejarah kodifikasi hadits dimulai dari pra-kodifikasi hingga keadaan kodifikasi hadits pada jaman sekarang.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kodifikasi
Kata kodifikasi dalam bahasa arab dikenal dengan nama al-tadwin yang berarti coification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan hadis Nabi secara resmi berdasar perintah  khalifah dengan melibatkan beberapa personel yang ahli dalam masalah ini , bukan yang dilakukan secara perseorangan atau unuk kepentingan pribadi (Idri, 2010:98).
Dengan kata lain tadwin al-hadits (kodifikasi hadis) adalah penghimpunan penulisan, dan pembukuan hadits Nabi atas perintah resmi dari penguasa negara (khalifah), bukan dilakukan atas inisiatif perseorangan atau untuk keperluan pribadi(Idri, 2010:98).
Kodifikasi hadis dimaksudkan untuk menjaga hadis Nabi dari kepunahan dan kehilangan baik dikarenakan banyaknya periwayat pengahafal hadis yang meninggal maupun karena adanya hadis-hadis palsu yang dapat mengacaubalaukan keberadaan hadits – hadits Nabi(Idri, 2010:99).

B.     Sejarah Kodifikasi Hadits
Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis pertama kali dikemukakan oleh ‘Umar Ibn al-Khatab. Sebagian ulama berndapat sebagaimana dalam Kiab  Thabaqa ibn Sa’ad, Tahdzib al-Tahdzib dan Tadzkirah al-Huffazh. Bahwa pengumpulan hadis sudah dimulai pada masa  ‘Abd al-Aziz ibn Marwan ibn Hakam yang saat itu menjabat sebagai Gubernur di Mesir. Ia memerintahkan Katsir ibn Murrah al-Hadhrami untuk mengumpulkan hadits Rasulullah(Idri, 2010:99).
Kodifikasi Hadis secara resmi terjadi pada masa Khalifah Umar ibn ‘Abd al-Aziz,salah seorang khalifah Bani Umayah. Proses kodifikasi hadits yang baru dilakukan pada masa ini dimulai dengan khalifah mengirim surat keseluruh pejabat dan ulama diberbagai daerah pada akhir Tahun 100 H yang berisi perintah agar seluruh hadits Nabi di masing – masing daerah segera dihimpun. Muhammad ibn Syihab al-Zuhri berhasil menghimpun hadits dalam satu kitab sebelum khalifah meninggal dunia yang kemudian dikirim oleh khalifah ke berbagai daerah, untuk bahan penghimpunan hadits selanjutnya. Umar juga memerintah Abu Bakar Muhammsa ibn ‘Amr ibn Hazm untuk mengumpulkan hadits yang terdapat pada Amrah binti ‘Abd al-Rahman(murid kepercayaan ‘Aisyah) dan Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar al-Shiddiq(Idri, 2010:100).

1.        Eksistensi Hadits Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pada periode ini dikenal dengan masa penyebaran hadits atau pembentukan masyarakat islam. Rasulullah hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Segala perbuatan ,ucapan, dan sifat Nabi saw bisa menjadi contoh yang nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa tersebut. Masyarakat menjadikan Nabi saw sebagai panutan dan pedoman dalam kehidupan mereka.. jika ada permasalahan baik dalam ibadah maupun kehidupan duniawi meraka akan bisa langsung bertanya pada Nabi saw (Suntiah,2011:29).
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh diluar kota Madinah pun juga selalu berkonsultasi pada Nabi saw.dalam segala permasalahan mereka. Dan ketika mereka kembali ke kabilahnya ,mereka segera menceritakan pelajaran (hadits Nabi saw) yang baru mereka terima (Suntiah,2011:29).
Selain itu, para pedagang dari kota madinah juga sangat berperan dalam penyebaran hadis. Setiap meraka pergi berdagang,sekaligus juga berdakwah untuk membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi kepada orang – orang yang mereka temui (Suntiah,2011:29).
Faktor-faktor yang mendukung percepatan penyebaran hadis dimasa Rasulullah adalah :
1.)      Rasulullah sendiri rajin menyampaikan dakwahnya;
2.)      Karakter ajaran islam sebagai ajaran baru telah membangkitkan semangat orang dilingkungannya untuk selalu mempertanyakan kandungan ajaran agama ini,selanjutnya secara otomatis tersebar ke orang lain secara berkesinambungan;
3.)      Peranan istri Rasulullah dalam penyiaran hadis termasuk di dalamnya  (Suntiah,2011:30).



Pada jaman ini, Rasulullah masih melarang untuk menulis hadits dalam satu catatan. Maksudnya melarang Al Qur’an dan Hadits ditulis dalam satu catatan. Karena pada saat ini firman Al Qur’an dan Hadits sama sama keluar dari ucapan Rasulullah. Dikhawatirkan sahabat tidak bisa membedakannya.(Zein,2016;60)

2.        Eksistensi Hadits Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
Sedikit saja para sahabat yang pandai menulis . karenanya pegangan mereka dalam menerima hadist dari nabi, ialah kekuatan hafalan . mereka menerima hadist ada kalanya dengan musafahah, ada kalanya dengan musyahadah, adakalanya dengan jalan mendengar dari sesame sahabat karna mereka tidak dapat serentak menghadiri majlis nabi SAW . Oleh karena yang hadir dihadapan nabi SAW. Dikala beliau memberikan fatwanya terkadang-kadang banyak, terkadang-kadang sedikit, berbeda-beda martabat riwayat yang diterima dari nabi SAW (Shiddieqy,1965 :30)s
1.)      Masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Khattab
Setelah rasul wafat, banyak sahabat yang berpindah ke kota-kota diluar madinah. Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran hadits. Namun dengan semakin mudahnya para sahabat meriwayatkan hadits dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut. Maka khalifah abu bakar menerapkan peraturan yang membatasi periwayatan hadits. Begitu juga Khalifar Umar ibn Khattab. Dengan demikian periode tersebut disebut dengan periode masa pembatasan periwayatan padits atau masa pengokohan dan penyederhanaan riwayat hadits  (Suntiah,2011;31).
Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah penggunaan nama Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua Khalifah tersebut anti periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap periwayatan hadits. Segala periwayatan yang mengatasnamakan Rasulullah harus dengan mendatangkan saksi  (Suntiah,2011;30).
Abu Hurairah sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits , pernah ditanya oleh Abu Salamah, apakah ia penah meriwayatkan hadits di masa Umar, lalu ia menjawab “sekiranya aku meriwayatkan hadits dimasa Umar seperti hal nya aku meriwayatkannya kepadamu (memperbanyaknya), niscaya Umar akan mencambukku dengan cambuknya  (Suntiah,2011;30).
Riwayat Abu Hurairah tersebut menunjukan ketegasan Khalifah Umar dalam menerapkan peraturan pembatasan riwayat hadits pada masa pemerintahannya  (Suntiah,2011;31-32).


2.)      Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib
Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib tidak berbeda jauh dengan pemerintahan dua Khalifah sebelumnya, Namun langkah yang diterapkan tidak setegas sebelumnya. Dalam sebuah kesempatan , Utsman meminta para sahabat agar tidak meriwayatkan hadis yang tidak mereka dengar pada zaman  Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya, periwayatan hadis pada masa pemerintahan ini lebih banyak dari pada pemerintahan sebelumnya  (Suntiah,2011;32).
Sementara pada masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib, situasi pemerintahan telah berbeda dengan masa – masa sebelumnya. Masa ini merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Secara tidak langsung berdampak negatif dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu untuk melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian tidak seluruh periwayat hadits  dapat dipercaya riwayatnya  (Suntiah,2011;32).
Dalam perkembangannya, periwayatan hadits yang dilakukan oleh para sahabat berciri pada 2 tipologi periwayatan:
a.)    Dengan menggunakan lafal hadits asli, yaitu menurut lafal yang diterima dari Rasulullah saw;
b.)    Hanya maknanya saja karena mereka sulit menghafal lafal redaksi hadits persis dengan yang disabdakan Rasulullah saw  (Suntiah,2011;33)
Pada masa pembatasan periwayatan, para sahabat hanya meriwayatkan hadits jika ada permasalahan hukum yang mendesak. Namun dengan dalil dan saksi yang kuat. Bahkan jika di perlukan, meraka rela melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari kebeneran hadits yang diriwayatkannya itu  (Suntiah,2011;30).
3.)      Hadits pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar
Pada masa ini dikenal dengan masa terbesarnya riwayat hadits ke kota – kota. Pada dasarnya periwayatan yang  di  lakukan oleh kalangan tabi’in tidak berbeda  dengan yang di lakukan oleh para sahabat. Pada masa ini  Al- Qur’an sudah di  kumpulkan  delam satu mushaf. Dan khususnya pada masa kekhalifahaan  Utsman, para ahli hadits menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan islam. Kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadits.
a.)      Pusat pusat pembinaan hadits :
Ada beberapa kota – kota sebagai pusat pusat  pembelajaran hadits ,antara lain : kota Madinah Al-Munawwarah, Mekkah Al Mukarramah, Kufah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan Andalusia atau Spanyol, Yaman dan Khurasan (Suparta,2011 ;85).
b.)      Pergolakan politik dan pemalsuan hadits
Munculnya hadits – hadits palsu (mauhu) untuk mendukung kepentingan politiknya masing – masing kelompok dan menjatuhkan posisi lawan – lawannya. Di satu sisi memiliki dampak positif dimana lahirnya usaha dan rencana yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis,  sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut (Suparta,2011 ;86).

3.        Eksistensi Hadits Pada Abad Ke-2 Hijriyyah
Pada masa ini Al Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf. Tapi pengkodifikasian hadits lagi lagi menemukan  perkara sukar, yakni sudah berpencarnya para periwayat hadits dari kalangan sahabat ke berbagai daerah, apalagi pada awal pemerintahan Bani Umayah (Zein,2016;63).
Pengkodifikasian hadits secara resmi baru dilakukan ketika pemerintahan dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz (Sebagai Khalidah ke 8 dari dinasti Bani Umayyah tahun 99 H), dimana ketika itu sudah terbentuk Lembaga Kodifikasi Hadits. (Zein,2016;63)
Yang melatarbelakangi pengkodifikasian hadits :
a.)      Banyak Penghafal hadits yang meninggal dunia, baik karena sudah lanjut usia maupun gugur dalam perang;
b.)      Al Qur’an sudah berkembang begitu luas dalam masyarakat dan telah dikumpulkan menjadi mushaf, karenanya tidak perlu dikhawatirkan lagi hadits bercampur dengan Al Qur’an;
c.)      Islam telah mulai melebarkan syi’arnya melampaui jazirah arab, sementara hadits sangat diperlukan untuk menjelaskan Al Qur’an (Zein,2016;64).
Pada abad kedua, para ulama dan aktifitas kodifikasi hadis tidak melakukan penyaringan dan pemisahan, mereka tidak membukukan hadits – hadits saja, tetapi fatwa sahabat dan tabi’in juga dimasukan kedalam kitab-kitab meraka (Suntiah, 2011: 101).
Pada abad kedua ini ulama yang berhasil menyusun kitab tadwin dan sampai pada kita adalah Malik ibn Anas yang menyusun Kitab  al-Muwaththa. Kitab ini disusun sejak tahun 143 H. Kitab ini tidak hanya memuat hadits Rasul saja ,tetapi juga ucapan sahabat dan Tabi’in bahkan tidak sedikit berupa pendapat malik sendiri atau praktik ulama dan masyarakat Madinah (Suntiah,2011 : 102)
Abad kedua ini juga diwarnai dengan meluasnya pemalsuan hadits yang telah ada semenjak masa khalifah ‘Ali ibn Abi Thalib dan menyebabkan sebagian ulama pada abad ini tergugah untuk mempelajari keadaan para periwayat hadits, disamping pada waktu itu memang banyak periwayat yang lemah, meskipun tidak berarti pada abad petama tidak ada perhatian sama sekali terhadap keberadaan al-ruwah (keberadaaan para periwayat hadits) semakin diintensifkan meskipun saat itu belum terbentuk ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil dalam bentuk disiplin ilmu yang mandiri (Suntiah,2011 : 102).

4.             Eksistensi Hadits Pada Abad Ke-3 Hijriyyah
Masa ini dikenal dengan masa penyaringan dan pensyarahan Hadits. Hal ini gencar dilakukan ketika kursi pemerintahan dipegang oleh dinasti Abbasiyyah, terutama di jaman al Ma’mun sampai Al Muqtadir (201 – 300 H) (Zein,2016;66). Abad ke 3 ini dilakukan penyaringan dan pemisahan antara sabda Rasulullah dengan fatwa sahabat dan tabi’in. Periode penyeleksian ini terjadi karena pada masa tadwin belum bisa dipisahkan antara hadits marfu’, mawaquf, dan maqthu, hadits yang dha’if dari yang shahih. Materi kodifikasi yang dibukukan pada abad ini dipisahkan antara hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi’in, meskipun hadits – hadits yang dihimpun tidak diterangkan antara yang shaih, hasan dan dha’if. Mereka hanya menulis dan mengumpulkan hadits – hadits nabi lengkap dengan sanadnya, yang kemudian kitab-kitab hadits hasil karya mereka disebut dengan istilah Musnad (Suntiah,2011 : 103).
Meskipun dilakukan penyeleksian, hadits – hadits yang disusun dalam kitab-kitab musnad masih tercampur antara hadits yang shahih, hasan dan dha’if. Karena itu kemudian bangkitlah ulama – ulama hadits pada pertengahan abad III Hijriah untuk memilih hadits – hadits shahih saja. Aktifitas ini dimulai oleh Ishaq ibn Rawyh yang berusaha memisahkan hadits – hadits yang shahih dengan yang tidak. Kemudian pekerjaan yang mulia ini disempurnakan oleh al-Imam Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari dengan menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama al-Jami’ al-Shahih atau Kitab Shahih al-Bukhari (Suntiah,2011 : 104).
Pada abad ini dari sekian banyak kitab yang menempati peringkat pertama adalah Shahih al-Bukhari kemudian Shahih Muslim (Suntiah,2011 : 104).
5.        Eksistensi Hadits Pada Abad Ke-4 sampai Ke-5 Hijriyyah
Pada masa ini terjadi dua pemisahan pola dan sistem pemikiran dikalangan para ulama, yang bahkan menjadi awal terjadinya pemisahan antara kelompok ulama mutaqaddimin (Ulama yang hidup sebelum tahun 300 H) dan mutaakhirin (ulama yang hidup setelah tahun 300 H) (Zein,2016;67)..
Pada masa ini masih ditemukan banyak ulama meskipun kapasitas keilmuannya tidak banyak yang setara dengan pendahulunya (Zein,2016;67)..
Pembukuan hadis pada periode ini lebih mengarah pada usaha mengembangkan variasi pen-tadwin-an  terhadap kitab – kitab hadits yang sudah ada. Setelah beberapa tahun para ulama mengalihkan perhatian untuk menyusun kitab - kitab yang berbentuk jawami, takhrij, athraf, syarah, dan mukhtashar, dan menyusun hadits untuk topik – topik tertentu (Suntiah,2011 : 106).
Dengan demikian usaha – usaha ulama hadits pada abad ini meliputi beberapa hal berikut:
a.)      Mengumpulkan hadits – hadits al-Bukhari dan Muslim dalam sebuah kitab sebagaimana dilakukan oleh Ismail ibn Ahmad yang kenal dengan sebutan Ibn al-Furat dan Muhammad  ibn ‘Abd Allah al-Jawzaqa dengan kitabnya al-Jami’bayn al-Shahihayn,
b.)      Mengumpulkan hadits – hadits dalam kitab yang enam dalam sebuah kitab,
c.)      Mengumpulkan hadits – hadits dari berbagai kitab kedalam satu kitab,
d.)     Mengumpulkan hadits – hadits hukum dalam satu kitab hadits,
e.)      Menyusun pokok – pokok (pangkal – pangkal) hadits yang terdapat dalam kitab Shahih al –Bukhari dan Muslim sebagai petunjuk kepada materi hadits secara keseluruhan,
f.)       Men-takhrij dari kitab – kitab hadits tertentu, kemudian meriwayatkannya dengan sanad sendiri dari sanad yang sudah ada dalam kitab-kitab tersebut (Suntiah,2011 : 107).


6.        Eksistensi Hadits Pada Abad Ke-6 Hijriyyah sampai Sekarang
Pada tahun 656 H, pemerintahan Abbasiyyah pindah ke tangan bangsa Turki. Pusat pemerintahannya pun dialihkan ke Kairo, Mesir. Dan hingga akhir abad 7, semua wilayah islam dapat dikuasainya, kecuali daerah Barat Maroko. Bahkan pada pertengahan abad ke 9, kota konstantinopel dan Mesir berhasil direbut, dan sejak itulah raja Turki menggunakan sebuatan Khalifah (Zein,2016;68).
Etika itu Imperialisme dan politik divide et empire melumpuhkan islam, menggrogoti karakter umatnya, serta mengekang kebebasan para ulama dalam bertukar informasi dan pemikiran. Keadaan ini membuat penyampaian ajaran Nabi Saw tidak dapat dilakukan langsung secara lisan, hingga para ulama mau tak mau harus menggunakan sistem surat menyurat dan ijazah. Akibatnya kegiatan penelitian terhadap perawi hadits terhenti (Zein,2016;68-69).
Pada periode ini juga dilakukan pensyarahan, penghimpunan dan pengembalian hadits hadits koleksi imam imam terdahulu. Untuk kemudian dicarikan sanad yang lain, dikomentari dan diberikan pembahasan. Maksudnya para muhaddits periode ini memfokuskan mereka pada pensyarahan kitab kitab karya muhaddits terdahulu. Disamping itu, juga menerbitkan kandungan kitab – kitab hadits dengan cara memilih dan memilah, serta mengumpulkan hadits hadits hukum dalam satu kitb, kegiatan ini berlangsung sampai abad ke 12 H(Zein,2016;69).
Kodifikasi hadis yang dilakukan pada abad ketujuh dilakukan dengan  cara menertibkan isi kitab – kitab hadits, menyaringnya, dan menyusun kitab – kitab takhrij, membuat kitab – kitab jami’ yang umum, kitab – kitab yang mengumpulkan hadits – hadits hukum, men-takhrij hadits – hadits yang terdapat dalam beberapa kitab, men-takhrij hadits – hadits  yang terkenal di mayarakat, menyusun kitab athraf, mengumpulkan hadits – hadits yang belum di tashih oleh ulama sebelumnya, mengumpulkan hadits – hadits tertentu sesuai topik dan mengumpulkan hadits dalam jumlah tertentu(Suntiah,2011 : 109).







BAB III
KESIMPULAN

Secara garis besar, dalam sejarah peristiwa pengkodifikasian hadits, terdiri dari 7 periode, yaitu :
1.      Abad 1 H, terdiri dari 3 periode :
                        Pertama, dikenal degan turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam.
            Kedua, masa khulafaur rasyidin atau masa sahabat agung, yang dikenal dengan masa pengokohan dan penyederhanaan riwayat.
            Ketiga, masa sahabat kecil dan tabi’in besar atau apa yang lebih dikenal dengan masa terbesarnya riwayat hadits ke kota – kota.
2.      Abad 2 H
            Masa pemerintahan khilafah Umar bin Abdul Aziz kemudian dikenal dengan masa penulisan dan kodifikasi hadits.
3.      Abad 3 H
            Masa penyaringan hadits dan pensyarahannya. Adapun orang yang pertama melakukan penyaringan hadits shahih ialah Ishaq Ibn Rahawaih, kemudian dilanjutkan oleh Imam Bukhari, lalu oleh Imam Muslim Muridnya.
4.      Abad 4 H - Sekarang
            Dikenal dengan masa pembersihan, penyusunan, penambahan, dan pengumpulan.






Daftar Pustaka

Idri. 2010. Studi Hadits Edisi Pertama (Cetakan ke-1). Jakarta : Kencana.
Shiddieqy,  Hasbi Ash.1965.Sedjarah Perkembangan Hadists.Yogyakarta:
Suparta,Munzier.2011.Ilmu Hadis(Cetakan ke-7).Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Suntiah, Ratu dan Maslani. 2011. Ikhtisar Ilmu Hadits. Bandung : Sega Arsy.
Zein, M Ma’shum. 2016. Ilmu Memahami Hadits Nabi (Cetakan ke-1). Yogyakarta : Pustaka Pesantren.